REHAT

Sekedar untuk merenung dan menulis

Buntut Ucing


Beberapa hari yang lalu, dalam sebuah sesi pelatihan, ada sebuah kisah yang menakjubkan. Kisah ini tertutur dari seorang ahli pendidikan yang sangat sederhana. Beliau menceritakan kisah ini setelah dengan sabar mendengarkan keluhan para guru yang berkeluh kesah. Setelah beliau selesai mendengarkan keluh kesah para guru, dengan santai beliau berkata: "Saya punya sebuah cerita, tentang ucing." Dan dengan segera beliau memulai kisahnya.



Pada suatu waktu, tersebutlah ada sebuah dusun yang memiliki budaya yang agak aneh. Entah dari mana asal mulanya, namun di dusun tersebut ada sebuah kebiasaan untuk memotong buntut ucing (ekor kucing). Kebiasaan ini terus berlanjut hingga beberapa generasi. Pada generasi yang terakhir, orang-orang di dusun itu sudah tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya ekor kucing adalah panjang. Yang mereka ketahui adalah bahwa binatang yang bernama kucing itu pasti memiliki ekor yang pendek.
Suatu hari, tanpa sengaja, ada kucing dari dusun lain yang datang ke dusun tersebut. Orang-orang dusun tersebut merasa keheranan melihat kucing yang memiliki buntut panjang. Mereka menangkap kucing itu dan menganggap kucing tersebut sebagai kucing ANEH.

Ceritanya berhenti sampai disitu, dan dengan santai pula beliau berkata: "Sudah, ceritanya sudah selesai."

Para guru yang mendengarkan cerita itu menjadi heran dan terdiam dalam kebingunan. Namun selang beberapa detik kemudian, air muka para guru tersebut drastis berubah, seolah mereka baru bangun dari tidur panjang.

Ternyata, keluhan guru yang tadi didengarkan dengan sabar oleh sang ahli pendidikan adalah tentang rumitnya tugas guru yang dirasakan oleh guru pada dewasa ini. Para guru tersebut -setelah mengikuti beberapa sesi tentang tugas guru- merasa bahwa mereka baru sadar bahwa tugas guru adalah berat. Dan dengan kesadaran baru tersebut, para guru tersebut bermaksud meminta nasihat sang ahli pendidikan tadi. Namun, alih-alih mendapat nasihat, mereka malah mendapat cerita 'buntut ucing'.

Mungkin dengan ceritanya yang singkat itu, sang ahli pendidikan ingin menyampaikan pesan kepada para guru bahwa sebenarnya tugas guru memanglah berat. Dan itu memang sudah sudah menjadi tugas guru dari jaman dahulu. Hanya saja, entah mulai kapan, ada seseorang yang memendekkan (menyederhanakan) tugas guru. Dan ternyata menyederhanakan tugas dewasa ini sudah kebiasaan bagi guru, bahkan mereka tidak tahu apa sebenarnya tugas guru.

Komentar anda dalam menafsirkan kisah buntut ucing tadi sangat kami harapkan, sebagai bahan refleksi dan evaluasi diri.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Matakan ulah hayang jadi guru ri...
jadi kepala sakola we...
wakakakakakakakakaka

Anonim mengatakan...

cerita buntut ucingnya cukup unik dan menarik, tapi saya tidak akan mengomentari buntut ucingnya karena saya bukan pengikut paham pemikiran aliran darwinism. memang benar tugas guru itu berat. tidak mudah. tidak bisa asal jadi guru. karena guru itu mencetak generasi yang guru itu sendiri tidak tahu kemajuan zaman seperti apa yang akan dihadapi anak didik itu kelak. dayat.

Gun's mengatakan...

heuhey hideuh...teu ngalarti ah..

Anonim mengatakan...

tp heueuh oge tah ucing teh ckakkakakak.......asa hayang buru-buru jd KS.tp sieun jd berit eunk.ah jd ketua yayasan we atuh.by jv

Posting Komentar

Profil

Foto saya
Karawang, Jawa Barat, Indonesia
Powered By Blogger

Statistics

Promo

Ikuti Blog ini

Traces


ShoutMix chat widget